Harga Tembaga Naik, Freeport Untung Meski Tambang Longsor

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 12:38:55 WIB
Harga Tembaga Naik, Freeport Untung Meski Tambang Longsor

JAKARTA - Di tengah duka akibat bencana longsor di Tambang Grasberg Block Cave (GBC), yang sempat menghentikan operasi selama lebih dari sebulan, kabar mengejutkan datang dari kinerja keuangan PT Freeport Indonesia (PTFI) dan induk usahanya Freeport-McMoRan Inc. 

Alih-alih merugi, perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu justru membukukan lonjakan laba pada kuartal III-2025, bahkan melampaui ekspektasi para analis di Wall Street.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana dinamika harga komoditas global mampu mengimbangi dampak operasional yang berat, sekaligus memperlihatkan ketahanan bisnis Freeport di tengah kondisi tak terduga.

Operasi Tambang Terhenti Sebulan, Produksi Merosot Tajam

Longsor besar di area GBC terjadi pada 8 September 2025, menimbun sekitar 800.000 metrik ton material basah dan menyebabkan tujuh pekerja kehilangan nyawa setelah terjebak berhari-hari di bawah tanah. Kejadian tersebut membuat tambang bawah tanah andalan Freeport itu harus berhenti beroperasi total selama lebih dari sebulan.

Kondisi ini tentu berdampak besar terhadap produksi mineral. Data dari laporan Freeport menunjukkan bahwa produksi tembaga hanya mencapai 912 juta pound pada kuartal ketiga tahun ini, turun dari 1,05 miliar pound pada periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, produksi emas juga merosot tajam menjadi 287.000 ons, dibandingkan dengan 456.000 ons pada kuartal III tahun sebelumnya.

Penurunan tersebut sesuai dengan peringatan yang sebelumnya telah disampaikan manajemen Freeport-McMoRan tentang adanya penurunan penjualan tembaga dan emas secara konsolidasi akibat terhentinya operasi Grasberg. Namun, berkat faktor eksternal berupa kenaikan harga komoditas, kerugian yang dikhawatirkan tak sampai terjadi.

Harga Tembaga Dunia Jadi Penopang Laba

Faktor utama penyelamat kinerja Freeport-McMoRan adalah kenaikan harga tembaga dunia sepanjang kuartal III-2025. Berdasarkan data yang dikutip dari Reuters, harga rata-rata tembaga mencapai US$4,68 per pon, meningkat dari US$4,30 per pon pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Kenaikan tersebut dipicu oleh peningkatan permintaan global, terutama dari China, yang sedang mempercepat proyek-proyek infrastruktur energi, termasuk pembangunan pembangkit listrik tenaga air besar di Tibet. Selain itu, langkah pemerintah China menstabilkan sektor industri juga turut memperkuat permintaan terhadap logam merah tersebut.

Bagi Freeport, kenaikan harga ini menjadi momentum penting. Meskipun produksi turun, nilai penjualan tetap mampu bertahan karena harga jual yang lebih tinggi. Secara matematis, setiap kenaikan harga tembaga sekecil apapun dapat berdampak besar pada pendapatan perusahaan, mengingat tembaga merupakan komoditas utama yang dihasilkan dari tambang Grasberg.

Laba Freeport McMoRan Melampaui Ekspektasi Wall Street

Dalam laporan keuangannya untuk periode yang berakhir 30 September 2025, Freeport-McMoRan mencatat laba yang disesuaikan sebesar 50 sen per saham. Angka ini jauh melampaui perkiraan rata-rata analis sebesar 41 sen per saham, menandakan kinerja yang solid meskipun diterpa gangguan produksi.

Kenaikan harga komoditas berhasil menutupi penurunan volume produksi, sekaligus mengompensasi kerugian akibat penghentian operasi di GBC. Hal ini menunjukkan bahwa strategi diversifikasi aset tambang dan efisiensi operasional yang dijalankan perusahaan masih efektif menjaga profitabilitas di tengah situasi sulit.

Investor di Wall Street pun merespons positif hasil tersebut. Lonjakan laba menjadi sinyal bahwa Freeport tetap mampu menjaga stabilitas bisnis meskipun menghadapi tantangan besar di lapangan.

Dampak Longsor Grasberg dan Respons Perusahaan

Longsor yang menimpa GBC bukan sekadar mengganggu produksi, tetapi juga menjadi ujian bagi komitmen perusahaan terhadap keselamatan kerja dan keberlanjutan operasi. Freeport McMoRan memastikan bahwa seluruh kegiatan pemulihan dilakukan dengan prioritas pada aspek keselamatan dan evaluasi geoteknik yang menyeluruh.

Meski begitu, penghentian operasi yang berlangsung lebih dari sebulan jelas mempengaruhi rantai pasokan dan rencana ekspor konsentrat tembaga serta emas. Namun, perusahaan tidak serta-merta menanggung kerugian finansial besar, karena sebagian besar kontrak jangka panjangnya tetap berjalan berkat harga pasar yang sedang tinggi.

Kondisi ini menegaskan bahwa ketergantungan industri tambang pada faktor eksternal, seperti harga komoditas global, masih sangat kuat. Kenaikan harga tembaga terbukti menjadi penyelamat di saat produksi menurun.

China Jadi Penopang Pasar Tembaga Dunia

Peran China dalam menjaga stabilitas harga tembaga sangat krusial. Negara tersebut merupakan konsumen tembaga terbesar di dunia, dan langkah pemerintahnya dalam mendukung pertumbuhan industri serta memperluas proyek energi terbarukan berdampak langsung pada peningkatan permintaan logam industri ini.

Selain sektor energi, pembangunan infrastruktur besar-besaran dan transisi ke kendaraan listrik juga terus meningkatkan kebutuhan akan tembaga, yang digunakan luas dalam sistem kelistrikan dan elektronik. Kondisi ini memberikan keuntungan bagi produsen besar seperti Freeport-McMoRan, yang memiliki cadangan tembaga terbesar di dunia melalui tambang Grasberg di Indonesia dan operasi lainnya di Amerika Selatan.

Prospek Kinerja Freeport ke Depan

Meski masih harus menghadapi proses pemulihan pasca-longsong di GBC, Freeport-McMoRan optimistis dapat mempertahankan stabilitas kinerjanya hingga akhir 2025. Perusahaan menargetkan pemulihan kapasitas produksi secara bertahap seiring dengan penyelesaian perbaikan infrastruktur tambang bawah tanah.

Selain itu, permintaan tembaga yang tinggi untuk kebutuhan transisi energi global — seperti pembangunan jaringan listrik dan kendaraan listrik — menjadi katalis positif bagi prospek jangka panjang perusahaan.

Namun, di sisi lain, Freeport juga menghadapi tantangan geopolitik, termasuk rencana divestasi saham 12 persen di Indonesia yang diperkirakan tidak akan rampung dalam waktu dekat. Faktor ini masih menjadi perhatian investor karena berpotensi memengaruhi struktur kepemilikan dan pengelolaan aset tambang strategis di Papua.

Peristiwa longsor di Grasberg Block Cave sempat menimbulkan kekhawatiran besar terhadap keberlanjutan operasi dan kinerja keuangan Freeport Indonesia. Namun, kenaikan harga tembaga global justru menjadi penopang utama yang membuat perusahaan tetap mencetak keuntungan signifikan.

Kisah ini menjadi contoh bagaimana ketahanan finansial dan momentum pasar global dapat saling mengimbangi, menjadikan Freeport-McMoRan salah satu perusahaan tambang dengan resilien tinggi di tengah gejolak industri.

Terkini